PERAN LEMBAGA KELUARGA DAN AGAMA DALAM MENDIDIK GENERASI MUDA YANG BERMARTABAT
BY : RIZA FAISHOL
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Tuhan menciptakannya bersuku-suku, berbangsa-bangsa supaya dapat saling kenal mengenal. Dalam proses perkenalan dan berhubungan ini tuhan juga menurunkan aturan-aturan untuk dipakai. Aturan ini menjadi jaminan untuk kemeslahatan, keselamatan manusia itu sendiri, bila aturan tersebut dijadikan pegangan dalam pergaulannya.
Berbicara tentang pendidikan, kita tidak bisa menafikan aturan Tuhan, karena apapun yang kita lalukan didunia, kelak akan kita pertanggungjawabkan dihadapah Tuhan.
TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN ANAK
1. LEMBAGA KELUARGA
“Anak yang lahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya Islami, Nasarani, Yahudi, atau majusi. (terjemahan al-Hadist)”
Dari hadisT ini dapat kita simpulkan bahwa “kewajiban mendidik anak, merencanakan kehidupan yang bagaimana yang akan dijalani ketika dewasa merupakan tanggung jawab orang tua. Kalau begitu agama dimana kedudukannya.
LANDASAN :
Orang tua harus menanamkan landasan – landasan yang benar kepada anaknya dalam rangka mencapai tujuan hidup anaknya. Landasan yang dimaksud disini dapat berupa :
- Falsafah : (Negara : Pancasila, dan Agama berupa tauhid yang benar)
- Norma : (Norma –norma yang berlaku dalam masyarakat)
- Nilai : (menyangkut dengan hal baik dan tidak baik)
CARA :
Cara kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:
1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.
2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak, yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.
3. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir saja akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitrah anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.
4. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.
5. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari rujukan lain.
Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
1. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak. Kadang ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain. Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
2. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani. Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.
3. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah muru’ah (harga diri) dan kebenaran.
4. Selalu Memenuhi Permintaan Anak. Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
5. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil. Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.
6. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran. Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.
7. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran.
8. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka,Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih Sayang Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya. Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
9. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja. Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.
10.Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya.
Orang tua punya keterbatasan-keterbatasan tertentu dalam mendidik anaknya. Utuk itu orang tua memerlukan pihak luar untuk membantunya. Pihak luar yang dimaksus disini bisa jadi individu ataupun lembaga (seperti lembaga Agama). Orang tualah yang bertanggungjawab menentukan lembaga agama yang mana dan yang bagaimana yang dipilih untuk membantunya dalam rangka mencapai tujuan hidup anaknya.
2. LEMBAGA AGAMA
Agama mempunyai fungsi tertentu seperti fungsi edukatif, penyelamatan, pengawasan sosial dan memupuk persaudaraan manusia sebagai makhluk. Agama memiliki peran penting dalam kehidupan umat manusia. Ia memberikan landasan normatif dan kerangka nilai bagi kelangsungan hidup umatnya. Ia memberikan arah dan orientasi duniawi di samping orientasi ukhrowi (eskatologis).
Dalam mewujutkan fungsinya, maka lahirlah lembaga-lembaga agama. Lembaga agama merupakan lembaga yang sangat penting dalam pembentukan mental dan spiritual setiap individu, melalui lembaga pendidikan agama individu bisa mengembangkan spiritual tentang adanya Tuhan, kebenaran manusia ada dan berakhir, dan norma-norma tentang baik dan buruk. Sebagai salah satu contoh lembaga pendidikan agama yang ada di
Dalam kehidupan masyarakat, Lembaga Agama mempunya peran yang sangat menentukan yaitu :
• Melakukan pembinaan dalam mendidik anak muda dan orang dewasa.
• Melakukan pencerahan ajaran agama yaitu dengan iman.
• Melakukan bimbingan rohani secara kontinyu yakni melalui lembaga dakwah.
• Mengadakan dialog antar umat beragama agar tidak terjadi perselisihan antar umat beragama.
Lembaga agama sebagai pusat komunikasi dakwah bisa berperan mengkondisikan setiap perubahan sosial dengan pendekatan etika, agar perubahan itu tidak merugikan masyarakat. Salah satu contoh lembaga pendidikan pondok pesantren selain di ajarkan tentang ilmu pengetahuan secara umum dan juga tentang ilmu agama di pondok pesantren juga di ajarkan tentang ketrampilan misalnya menjahit, pengoperasian computer dll, sehingga begitu mereka lulus bisa menerapkan ilmu yang mereka peroleh di masyarakat. Selain itu sekarang ini banyak sekali TPQ (taman pendidikan qur’an) yang ada di lingkungan masyarakat. Dalam hal memecahkan masalah perselisihan dan pertengkaran bisa melalui lembaga dakwah, majlis ta’lim dll.
HIRARKHI SOSIAL KEHIDUPAN MANUSIA :
Dalam kehidupan nyata proses pendidikan tidak selalu berhasil. Ini dapat dilihat masih banyak individu yang kurang baik, sehingga dalam perjalanan hidup anak manusia dalam masyarakat, suku, dan bangsa kadang terjadi perelisihan/ perkelahian. Persoalan ini harus segera diselesaikan.
Bentuk pemecahannya tergantung dari persoalan dan personal yang terlibat dalam persoalan tersebut. Bila persoalan hanya melibatkan dua individu maka penyelesaiannya bisa dilaksakan oleh lembaga keluarga, bila lembaga keluarga tidak mampu maka bias diselesaikan melalui lembaga agama. Agar pemecahan masalah-masalah dapat selesai dengan baik tentu saja pelakunya harus memiliki persyaratan persayaratan tertentu diantaranya :
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Kompeten (punya kemampuan dari sisi keilmuan)
3. Jujur
4. Bermartabat
sip2 brow..
ReplyDeleteAssalamualaikum....
ReplyDeleteApakabar Dic Riza?...
Selamat mengembangkan dan berbagi "ILMU PENGETAHUAN DI BLOGSPOT.COM".
Ok.... Sampai jumpa lagi.
Wassalam...
dari,_
http://bajaemas.blogspot.com