DISCOVERY LEARNING


KEGIATAN BELAJAR - 2

DISCOVERY LEARNING

A.      KOMPETENSI
Memahami strategi pembelajaran discovery learning, project based learning, dan problem based learning.

B.       INDIKATOR KEBERHASILAN
1.      Menjelaskan konsep dasar strategi discovery learning
2.      Merancang langkah-langkah strategi discovery learning dalam pembelajaran

C.      URAIAN MATERI
Pada lampiran iv Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013, untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya.
1.         Definisi
Strategi discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Bruner memakai strategi yang disebutnya discovery learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Strategi discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.

2.         Konsep
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya strategi discovery learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan peserta didik dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan peserta didik dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactiv, iconic, dan symbolic. Tahap enaktiv, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam strategi discovery learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Karakteristik yang paling jelas mengenai discovery sebagai strategi mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah lebih berkurang dari pada strategi-strategi mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pelajar  diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.

3.         Kelebihan Penerapan Discovery Learning
1)      Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
2)      Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3)      Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
4)      Strategi ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5)      Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6)      Strategi ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7)      Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
8)      Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
9)      Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
10)   Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru;
11)  Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
12)  Mendorong peserta didik berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
13)  Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik;
14)  Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
15)  Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya;
16)  Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik;
17)  Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
18)  Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

4.         Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran
1.        Langkah Persiapan Strategi Discovery Learning
a.       Menentukan tujuan pembelajaran
b.      Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya   belajar, dan sebagainya)
c.       Memilih materi pelajaran.
d.      Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e.       Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik
f.       Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik
2.        Prosedur Aplikasi Strategi Discovery Learning
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan strategi discovery learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a.        Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.
b.        Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c.         Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d.        Data processing (pengolahan data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis
e.         Verification (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f.         Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan  peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran  atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

5.         Contoh Langkah Pembelajaran discovery learning di SMA

Sekolah
Mata pelajaran
: SMA Upakarti
: Biologi
Kelas/semester
: X MIPA/1
Materi pokok
: Animalia Invertebrata

Kompetensi Dasar (KD)
1.1  Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup.
2.1  Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur terhadap data dan fakta, disiplin, tanggung jawab,dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan,  gotong royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan kritis, responsif dan proaktif dalam setiap tindakan dan dalam melakukan pengamatan dan percobaan di dalam kelas/labo ratorium maupun di luar kelas/laboratorium.
2.3.  Peduli terhadap keselamatan diri dan lingkungan dengan mene rapkan prinsip keselamatan kerja saat melakukan kegiatan penga-matan dan percobaan di laborato-rium dan di lingkungan sekitar.
3.8   Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke dalam filum berdasarkan peng amatan anatomi dan morfologi serta mengaitkan   dalam kehidup-an.
Indikator:
1.      mengidentifikasi ciri khas morfologi dari klasis insekta, krustasea, arachnoidea, kilopoda dan diplopoda.
2.      menentukan klasis hewan yang diamati berdasarkan cirri morfologinya.

4.8.  Menyajikan data tentang perban dingan kompleksitas jaringan penyusun tubuh      hewan dan perannya pada ber bagai aspek kehidupan dalam bentuk laporan tertulis
Indikator:
Membuat laporan tertulis tentang data hasil pengamatan cirri-ciri klasis pada hewan berbuku-buku

Pertemuan Ke
Pendahuluan ( menit)
Guru menyampaikan salam dan menanyakan kehadiran peserta didik, menyampaikan KI, KD , tujuan pembelajaran.
Kegiatan inti ( menit)
Penciptaan Situasi ( stimulasi )
  1. Guru menunjukkan  berbagai hewan ber buku-buku (Artropoda) misal capung, belalang, kelabang, keluwing, udang, laba-laba.
  2. Peserta didik memperhatikan (mengamati) berbagai hewan (invertebrata) yang dibawa guru.
  3. Peserta didik bertanya berbagai hewan yang dibawa guru.
  4. Peserta didik mengidentifikasi (mengumpulkan informasi) persamaan dan perbedaan yang terdapat pada hewan-hewan tersebut.
Pembahasan Tugas dan Identifikasi Masalah
1.      Guru meminta peserta didik untuk mencari ciri-ciri khas yang dimiliki klasis artropoda.
2.      Peserta didik mengidentifikasi: bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, antena, ada tidaknya sayap, jumlah kaki, keadaan kaki
Observasi
Peserta didik mengamati ciri tiap klasis dari artropoda yang meliputi bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, antena, ada tidaknya sayap, jumlah kaki, keadaan kaki
Pengumpulan data
 Peserta didik, menuliskan hasil pengamatan tentang ciri klasis artropoda yang meliputi bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, ada tidaknya sayap, antena, jumlah kaki, keadaan kaki pd tabel yang telah disiapkan.
Verifikasi data
Peserta didik melakukan pencermatan data (mengasosiasi) yang diperoleh mengenai ciri yang ada pada klasis dari artropoda yang meliputi bagian-bagian tubuh, jumlah bagian tubuh, ada tidaknya sayap, jumlah kaki, keadaan kaki, antena.
Generalisasi
               1.            Peserta didik menyimpulkan ciri-ciri klasis insekta
               2.   Peserta didik mempresentasikan (mengkomunikasikan) hasil pengamatan ciri-ciri klasis insekta  di depan kelas dan dikonfirmasi oleh guru.
Penutup (… menit)
1)     Guru melakukan tanya jawab dengan peserta untuk membuat rangkuman dan atau kesimpulan mengenai  ciri-ciri dari klasis hewan berbuku-buku.
2)     Guru memberikan tugas membuat insektarium secara berkelompok.
3)     Peserta didik membersihkan lantai kelas dan membuang sampah pada tempatnya

6.         Sistem Penilaian
Dalam strategi pembelajaran discovery learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik. Jika bentuk penilainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam strategi pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. 


D.      LEMBAR KERJA
Buatlah skenario pembelajaran dengan menggunakan strategi discovery learning !

Sekolah                :  ………………………………………...
Mata Pelajaran     : …………………………………………
Kelas / Semester :  ………………………………………...
Materi                   :  …………………………………………
Alokasi Waktu     :  …………………………………………

1.      Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

No.
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian Kompetensi


a.


b.


c.



2.      Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

     A. KegiatanPendahuluan
       1.…………………………………………………………………...........

       2.………………………………………………………..........................

       3…………………………………………………………………...........

       4…………………………………………………………………………

     B. Kegiatan Inti
1.Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) …………………….............

         ………………………………………………………………….......

       2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)………………....

          ..................................................................................................

       3.Data collection (Pengumpulan Data). …………………………………


       4.Data Processing (Pengolahan Data) ……………..............................

  
        5.Verification (Pembuktian) ……………………………………………..

…………………………………………………………...............
       6: Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
………………………………………………………………………

………………………………………………………………………

       C.KegiatanPenutup
 1:…………………………………………………………........................
        2:.…………………………………………………………………….........
        3:………………………………………………………………………….
        4:…………………………………………………………………………..


E.       LATIHAN
Kerjakanlah soal-soal latihan dibawah ini secara individu.
1.    Jelaskan apa yang dimaksud dengan Penilaian diri ? 
2.    Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang meliputi : enactiv, iconic, dan symbolic, Jelaskan pengertian dimaksud dengan tahapan  iconic ?
3.    Sebutkan 5 kelebihan  penerapan pendekatan discovery learning dalam pembelajaran ?
4.     Jelaskan Langkah Persiapan strategi Discovery Learning..?
5.    Jelaskan  dua bentuk soal  tes tertulis, pada strategi Discovery Learning..?

F.       RANGKUMAN
Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi.
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya strategi discovery learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi.
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam strategi discovery learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika.
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut:
1.        Langkah persiapan strategi discovery learning.
2.        Prosedur aplikasi strategi discovery learning
Dalam strategi pembelajaran  discovery learning,  penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik.

G.      REFLEKSI
1.         Apa saja yang dapat saudara lakukan terkait dengan materi ini?
2.         Pengalaman baru apa yang saudara peroleh dari materi ini?
3.         Manfaat apa yang diperoleh dari materi ini?
4.         Aspek menarik apa yang saudara temukan dari materi ini?
5.         Apa rencana yang saudara akan lakukan untuk menerapkan materi ini?



Daftar Pustaka

Barrows, H.S.  1996.  “Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview” Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 3-12).  San Francisco: Jossey-Bass.
Delisle, R. (1997). How to Use Problem_Based Learning In the Classroom. Alexandria, Virginia USA: ASCD.
Gijselaers, W.H.  1996. “Connecting problem-based practices with educational theory.” Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 13-21).  San Francisco: Jossey-Bass.
Nur, M. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS Unesa.
Tim Sertifikasi Unesa. 2010. Modul Pembelajaran Inovatif. Surabaya: PLPG Unesa.
Arend, R.I. 2001. Learning to Teach, 5th Ed. Boston: McGraw-Hill Company, Inc.
Baldwin, A.L. 1967. Theories of Child Development. New York: John Wiley & Sons.
Carin, A.A. & Sund, R.B. 1975. Teaching Science trough Discovery, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.
Carin, A.A. 1993. Teaching Science Through Discovery. ( 7th. ed. ) New York: Maxwell Macmillan International.
Muller, U.,  Carpendale, J.I.M.,  Smith, L. 2009.  The Cambridge Companion to PIAGET. Cambridge University Press.
Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press.
Osborne, R.J. & Wittrock, M.C. 1985. Learning Science: A Generative Process, Science Education, 64, 4: 489-503.
Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.

Sutherland, P. 1992. Cognitive Development Today: Piaget and his Critics. London: Paul Chapman Publishing Ltd.



0 Response to "DISCOVERY LEARNING"

Post a Comment